DEMAK, – DMTVmalang.com Rencana belanja sejumlah alat tulis kantor (ATK) dan perlengkapan penunjang kegiatan di Desa Sidorejo, Kecamatan Karangawen, Kabupaten Demak, Jawa Tengah, menuai sorotan publik. Meski masih berupa rencana, daftar belanja yang sudah dilis oleh pemerintah desa di bawah kepemimpinan Kepala Desa Warnoto dinilai janggal dan terindikasi mark up.
Berdasarkan rincian yang beredar, alokasi anggaran antara lain mencakup honor perangkat desa, pembelian laptop dua unit senilai Rp30 juta tanpa spesifikasi, PC Rp13,5 juta, AC dinding Rp6 juta, hingga AC standing yang nilainya mencapai Rp30 juta. Selain itu terdapat anggaran perbaikan meja kerja Rp1 juta, kursi kantor Rp1,2 juta, genset Rp13,5 juta, serta pembangunan gerbang kantor desa senilai Rp10,8 juta.
Jika ditotal, nilai anggaran tersebut mencapai Rp162,6 juta. Inspektorat Kabupaten Demak membenarkan adanya temuan selisih dalam belanja tersebut.
“Benar ada temuan, dan dana itu sudah dikembalikan serta disaksikan pihak Kejaksaan Negeri Demak. Selanjutnya kami kembalikan ke desa karena menjadi Silpa (Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran),” ujar Sekretaris Inspektorat Demak, Eisti Adi, saat dikonfirmasi wartawan.
LSM dan Ormas Desak Aparat Hukum Bertindak
Meski telah ada pengembalian, temuan inspektorat itu tetap menimbulkan pertanyaan di kalangan masyarakat dan aktivis. Ketua Umum LSM Gerakan Aksi Nyata Indonesia (GANI), Agus Susilo, menilai aparat penegak hukum tidak bisa hanya berhenti pada pengembalian dana.
“Harusnya kejaksaan mendalami temuan tersebut. Ada tidak unsur kesengajaan melakukan mark up atau korupsi? Sesuai Undang-Undang, kalau memang ada penyalahgunaan wewenang, itu pidana. Jangan sampai dikembalikan lalu dianggap selesai,” tegas Agus.
Nada serupa disampaikan Ketua Ormas Semut Merah Kabupaten Demak, Partono SE. Ia menilai transparansi dan akuntabilitas dana desa mutlak ditegakkan.
“Kalau benar ada penyalahgunaan anggaran, aparat penegak hukum wajib memproses sesuai aturan. Itu uang rakyat, dan dana desa seharusnya digunakan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan masyarakat, bukan untuk memperkaya pihak tertentu,” ucap Partono.
Landasan Hukum
Penggunaan dana desa yang terindikasi mark up bisa dijerat Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, khususnya Pasal 3 yang menyebutkan setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya, dapat dipidana penjara seumur hidup atau paling singkat 1 tahun dan paling lama 20 tahun, serta denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp1 miliar.
Tuntutan Publik
Masyarakat Desa Sidorejo menilai kasus ini bukan kali pertama terjadi. Mereka berharap kejaksaan maupun kepolisian tidak hanya menjadi saksi pengembalian, tetapi juga mengusut kemungkinan adanya unsur tindak pidana korupsi.
“Ini bukan sekadar kesalahan administratif. Kalau setiap kali ada temuan lalu cukup dikembalikan, tidak akan pernah ada efek jera,” kata seorang warga.
Publik kini menunggu langkah tegas aparat penegak hukum Kabupaten Demak. Temuan inspektorat senilai Rp162 juta menjadi ujian keseriusan kejaksaan dalam menegakkan hukum, agar dana desa benar-benar dikelola untuk kepentingan masyarakat, bukan kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.
Saat berita ini ditayangkan belum ada tanggapan resmi dari pemerintah Desa Sidorejo kecamatan Karangawen kabupaten Demak.Kami Terbuka Jika ada hak jawab dari pemerintah Desa prihal berita ini.(Adhi).